M.Haris Effendi MSi: From Medan With Dreams

Selamat Datang di Blog Saya. Wadah tumpahan pikiran, renungan, dan rasa dari anak Medan yang insyaAllah sebentar lagi akan mencapai mimpinya menyandang gelar Doktor di bidang science education dari The University of Queensland Brisbane Australia. Silahkan anda membaca tulisan di blog ini semoga ada manfaat yang bisa anda petik darinya. Terimakasih

Friday, June 26, 2009

Debat oh Presidenku


Pada tanggal 18 Juni 2009 telah dilaksanakan sebuah acara yang pertamakali pernah dilaksanakan dalam sejarah perjalanan politik bangsa Indonesia. Acara itu adalah Debat Calon Presiden Repulik Indonesia yang diselenggarakan di salah sebuah stasiun televisi swasta nasional di Jakarta.

Acara debat tersebut di pandu oleh seorang moderator yang telah dikenal baik oleh masyarakat Indonesia, yaitu Dr. Anis Baswedan, rektor Universitas Paramadina Jakarta. Debat tersebut menampilkan 3 orang calon presiden yakni nomor urut 1. Megawati Sukarno Putri, nomor urut 2. Susilo Bambang Yudhoyono, dan nomor urut 3. Jusuf Kalla. Capres dengan nomor urut 2 dan 3 adalah calon incumbent dimana keduanya adalah pasangan presiden dan wakil presiden yang tengah memerintah dan akan mengakhiri jabatannya.

Debat tersebut berlangsung dalam beberapa sesi, dimana moderator memberikan pertanyaan yang berbeda kepada masing-masing capres, dan terlihat bahwa setiap capres berusaha semaksimal mungkin memberikan jawaban yang memuaskan sesuai dengan konteks pertanyaan tersebut. Namun sangat disayangkan bahwa acara tersebut belum dapat dikatakan sebuah debat yang bermutu namun lebih dekat kepada rembuk nasional ataupun diskusi menjelang pemilu karena jawaban dari ketiga calon terasa senada dan seirama, dan hanya menyentuh bagian superficial dari materi yang dipertanyakan oleh moderator. Selain itu juga terlihat tidak ada calon yang berani untuk menyanggah apalagi mengkritik calon lainnya, sehingga acara debat tersebut berakhir tanpa kesan yang diharapkan dapat menunjukkan kapabilitas dan ketegasan seorang pemimpin dalam menyelesaikan permasalahan yang ada.

Bu Megawati terkesan sering memberi jawaban yang lebih subyektif dan juga sering terasa kurang mengenai inti permasalahan, serta diperparah dengan tidak mampunya beliau menunjukkan data. Hal ini mungkin dikarenakan posisi beliau yang berada sebagai oposisi yang jauh dari pusat kekuasaan sehingga kurang memiliki sumber data yang akurat. Sangat dapat dimaklumi.

Bapak SBY, dapat menjawab dengan cepat dan baik serta dibantu dengan data yang memadai. Mungkin karena beliau memang telah mempersiapkan data yang diperlukan sebelumnya atau memang beliau memiliki ingatan yang kuat akan data-data pembangunan Indonesia. Namun, beliau kurang berani membandingkan kemajuan yang diklaimnya telah diperoleh selama pemerintahannya dengan kondisi saat Ibu Megawati memerintah. Mungkin 'ewuh pakewuh' masih melekat erat dihati Pak SBY sebagai orang jawa, mantan menteri di era Bu Mega, dan sekaligus juga seterunya.

Bapak JK, juga lumayan dapat memberikan jawaban yang lugas dan cepat dan tidak berpikir terlalu lama (mengejawantahkan slogannya 'Lebih Cepat Lebih Baik'), serta dibantu dengan data-data yang memadai. Namun beliau juga kurang berani mengkritik pemerintahan sebelumnya dimasa Bu Mega dan juga pemerintahan sekarang dimana beliau berperan sebagai wakil presiden. Padahal dengan mengkritik pemerintahan sekarang maka yang terkena bukan dirinya pribadi tetapi akan mengenai langsung ke diri Pak SBY sebagai pucuk pimpinan.

Kalau demikian bagaimana pemirsa dapat menilai capres yang mana yang memiliki kapabilitas yang diharapkan serta program kerja yang menjanjikan.

Sehingga beberapa asumsi muncul sebagai faktor penyebab monotonnya acara debat tersebut. Pertama, mungkin karena ini adalah debat putaran pertama sehingga ketiga capres masih canggung untuk melakukannya. Kedua, mungkin karena moderator kurang mampu menyuguhkan permasalahan dan pertanyaan yang lebih menantang, serta kurang mampu memancing emosi para capres untuk saling membela dirinya dan menyalahkan capres lain. Ketiga, mungkin karena ketiga capres adalah orang timur yang sangat segan untuk membuka genderang perang dalam debat tersebut dengan mengkritik dan menyalahkan capres lainnya. Keempat, mungkin karena ketiga capres takut kehilangan wibawa jika terpeleset dan jatuh kepada tindakan tidak sopan karena mengkritik capres lain, yang akibatnya mereka dapat kehilangan simpati dari pendukungnya. Kelima, atau mungkin karena memang bangsa Indonesia tidak mampu melakukan sebuah debat yang benar yang diharapkan masyarakat. Memang didalam kurikulum pendidikan bangsa Indonesia baik written kurikulum maupun action kurikulum tidak pernah ada mencantumkan metode belajar dengan berdebat. Itu jugalah mungkin yang menyebabkan bangsa Indonesia termasuk pemimpinnya, tergolong lemah dalam berargumen dan berlogika yang baik dan benar.

Semoga pada debat putaran ke 2 para capres akan lebih berani dalam menunjukkan existensi dirinya sebagai calon pemimpin bangsa.

Semoga

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home