M.Haris Effendi MSi: From Medan With Dreams

Selamat Datang di Blog Saya. Wadah tumpahan pikiran, renungan, dan rasa dari anak Medan yang insyaAllah sebentar lagi akan mencapai mimpinya menyandang gelar Doktor di bidang science education dari The University of Queensland Brisbane Australia. Silahkan anda membaca tulisan di blog ini semoga ada manfaat yang bisa anda petik darinya. Terimakasih

Tuesday, June 2, 2009

REVISIT DUNIA PENDIDIKAN INDONESIA (Sebuah Kontemplasi dari Sang Laskar Pelangi)

Walaupun synopsis cerita Laskar Pelangi berlatar belakang tahun 1970-an namun kita dapat berkaca dan mengambil makna akan kondisi pendidikan di Indonesia saat ini. Disini saya akan mencoba menggaris bawahi beberapa point yang berkaitan dengan hal tersebut.



A. Pemerataan sarana dan mutu pendidikan

Hingga dekade 90-an pemerintah Indonesia telah mampu meningkatkan jumlah sekolah pada semua tingkatan sebanyak lebih dari 300% atau 3 kali lipat dari jumlah sebelumnya sejak dekade 60-an. Peningkatan ini merupakan prestasi tersendiri bagi pemerintah Indonesia dalam rangka memenuhi amanat UUD 1945 untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Diharapkan dengan peningkatan kuantitas ini maka semua anak bangsa akan dapat menikmati pendidikan yang baik dan layak serta merata diseluruh pelosok tanah air. Penumpukan sekolah-sekolah dan resources di daerah-daerah tertentu saja terutama diperkotaan harus direduksi karena hal tersebut dapat memicu kecemburuan social baik antara desa dengan kota dan jawa dengan luar jawa. Oleh karena itu, perlu adanya pemerataan kesempatan menikmati pendidikan oleh siapapun dan dimanapun di setiap jengkal tumpah darah Indonesia. Pendidikan di daerah-daerah tertinggal (rural area) harus lebih ditingkatkan dan digalakkan agar penduduk setempat lebih termotivasi dalam mengejar ketertinggalannya dari saudaranya di perkotaan. Hal ini telah ditekankan dalam considerant point c, UU Sisdiknas No.20/2003 yang berbunyi :

‘ bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan’

Pemerataan dapat berupa pemerataan dalam pembangunan sekolah / madrasah baru baik negeri maupun swasta dari tingkat dasar sampai menengah. Pemerataan dalam perawatan dan perbaikan sekolah dan pemerataan dalam pendistribusian bahan-bahan dan alat-alat ajar. Juga yang tidak kalah pentingnya adalah pemerataan tenaga pengajar berkualitas ke seluruh pelosok tanah air. Jika ini dapat dilakukan maka kekurangan jumlah dan jenis sekolah di berbagai tingkatan di daerah dapat di atasi termasuk kekurangan tenaga pengajar dan bahan ajar.

Selanjutnya hendaknya pemerataan sarana pendidikan juga dibarengi dengan pemerataan mutu pendidikan kesemua tingkatan sekolah. Kita tidak ingin lagi melihat masih ada sekolah yang tidak memiliki guru yang berkompeten, buku bacaan yang tidak up to date, sarana yang kurang dan tidak dapat membantu terlaksananya proses belajar mengajar yang bermutu, dan lain sebagainya. Sehingga pemerataan dibidang sarana dan mutu pendidikan ini saya kira harus menjadi target utama pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan Indonesia terutama dalam membantu sekolah-sekolah menjawab tuntutan system Ujian Nasional (Unas) yang berstandar nasional. Tidak adil rasanya jika sekolah-sekolah yang memiliki kualitas berbeda namun di uji dengan standar yang sama.

B. Pendidikan dan biaya sekolah Gratis

Pemerintah harus menerapkan sistem sekolah gratis untuk semua tingkatan bukan hanya uang sekolah namun termasuk uang buku dan kegiatan ektra kurikuler lainnya. Atau at least, pemerintah bisa merangsang sekolah untuk melakukan subsidi silang diantara murid yang mampu dan tidak mampu. Selain itu pemerintah bahkan bisa meminta sekolah untuk memberi beasiswa penuh (uang sekolah, uang buku, biaya ekstra kulikuler, biaya makan, transport dll) bagi murid yang benar-benar cerdas dan tidak mampu.

Perlu adanya ‘program jaminan sosial pendidikan’ semacam Jaring Pengaman Pendidikan Indonesia (JPPI) dari pemerintah bagi setiap warga negara untuk tetap memiliki akses dan melanjutkan pendidikannya walau apapun yang terjadi dalam hidupnya. Jadi walaupun seorang anak telah kehilangan orang tua nya dan tidak lagi sanggup membiayai pendidikannya maka saat itu pemerintah harus turun tangan mengambil alih tanggung jawab biaya anak tersebut. Jadi jangan lagi terjadi Lintang -Lintang lain yang harus putus sekolah hanya karena masalah biaya dan masalah kehidupan.

Jadi hendaknya slogan-slogan yang kerap di dengungkan bahkan diumbar-janjikan oleh para politikus ketika kampanye baik tingkat lokal maupun pusat harus benar-benar dilaksanakan dan bukan hanya menjadi komoditas politik saja untuk mengelabui rakyat. Rakyat hanya dijadikan seperti daum salam sewaktu menggulai, dimana ketika dibutuhkan mereka dicari-cari, namun ketika gulai selesai maka merekalah yang paling dahulu dibuang.

C. Perhatian Terhadap Guru

Perlu peningkatan penghasilan yang “sangat layak” bukan hanya bagi guru negeri namun juga guru swasta terutama yang bertugas di daerah-daerah terpencil di Indonesia untuk menjamin konsistensi mereka dalam mengemban amanah negara dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun jika ini dilaksanakan, perlu adanya suatu perjanjian dengan para guru di Indonesia bahwa dengan peningkatan penghasilan maka mereka tidak diizinkan lagi mencari penghasilan tambahan dimanapun dan sebagai apapun dan mereka harus tetap konsisten memberikan layanan terbaiknya dalam bertugas. Kondisi multi job yang dijalani oleh para guru di Indonesia telah disinyalir oleh beberapa pakar pendidikan luar negeri sebagai salah satu sebab lambannya peningkatan mutu pendidikan Indonesia diantara Negara-negara Asia tenggara. Penilaian UNESCO 2005 tentang Insurance Quality of Higher education in South-East ASIA menempatkan Indonesia pada ranking ke 6 dibawah Singapore, Malaysia, Philiphines, Vietnam, dan Thailand. Jika terjadi pelanggaran maka sangsi tegas akan diterapkan. Dengan demikian, profesi guru akan menjadi sebuah profesi yang disegani dan dapat memberikan kehidupan yang layak.

Program Sertifikasi Guru telah dilakukan namun pemerintah terkesan setengah hati dalam meningkatkan kesejahteraan guru dan mutu pendidikan karena peningkatan penghasilan yang dijanjikan tidak mampu mengurangi minat guru dalam mencari penghasilan tambahan. Hal ini diperparah dengan tidak adanya perjanjian bahwa sang guru harus tetap mampu menjamin dirinya untuk selalu memberikan layanan terbaiknya dalam bertugas. Selain itu juga tidak adanya sangsi yang akan diterapkan kepada guru-guru yang tetap mencari penghasilan tambahan diluar tugas utamanya.

Pengalaman penulis selama terlibat dalam program sertifikasi guru adalah bahwa guru mampu dan mau menunjukkan performance terbaiknya dalam mengajar namun hanya pada saat kegiatan peer teaching saja. Ketika ditanya apakah anda akan melakukan hal serupa saat di kelas nanti sekembalinya dari pelatihan ini maka mereka tidak berani menjaminnya karena ketiadaan alat peraga dan bahan ajar yang lengkap, ketiadaan dana yang dapat digunakan dan tidak adanya sangsi dari pemerintah.

Kebijakan sertifikasi di Indonesia yang dimulai 2007 sudah mensertfikasi 278,782 orang guru selama 2 tahun. Sedangkan di Amerika Serikat the National Board for Professional Teaching Standards (NBPTS) baru hanya mampu mensertifikasi 40,200 guru selama 18 tahun keberadaannya. Ini memberikan kesan bahwa sertifikasi guru di Indonesia hanya suatu upaya untuk membantu meningkatkan pendapatan guru dan bukan benar-benar menguji profesionalitas guru.

D. Peran serta Masyarakat

Peran serta masayarakat dalam dunia pendidikan sangat di encourage oleh UU Sisdiknas No.20/2003 pada pasal 8 dan 9. Peran serta ini dapat berupa turut aktif dalam dunia pendidikan di Indonesia ataupun dengan menunjukan kepedulian terhadap kemajuan pendidikan Indonesia. Namun pemerintah harus tegas pada upaya-upaya ‘komersialisasi pendidikan’ terutama ditingkat dasar dan menengah agar tidak terjadi differensiasi antara kaya dan miskin yang dapat menjurus kepada penumpukan dan penguasaan sumber-sumber pendidikan bagi kalangan tertentu saja.

Oleh karena itu, masyarakat pada umumnya perlu disadarkan akan tanggung jawabnya untuk membantu pemerintah dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Partisipasi dari masyarakat dapat dirangsang melalui perorangan atau lembaga swadaya masyarakat. Perlu adanya suatu kegiatan mencari bibit-bibit unggul brilliant, Lintang – Lintang muda, ke daerah-daerah seperti yang dilakukan di dunia olah raga dalam merekrut atlet-atlet berbakat. Untuk itu perlu dibentuk suatu lembaga baik dibawah DEPDIKNAS atau lembaga swadaya masyarakat agar bibit-bibit muda Indonesia dapat diselamatkan dari kondisi kehidupan yang menjepit dan memaksanya mundur dari pendidikan.

Selain itu, perlu gagasan untuk menghidupkan kembali Gerakan Orang Tua Asuh Nasional (GNOTA) yang pada tahun 1990 an sangat popular. Untuk memberi ruh yang baru pada gerakan ini pemerintah bisa meminta kesediaan perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia agar membuat program orang tua asuh sendiri dibawah koordinasi pemerintah dan melaporkan kegiatannya kepada Pemerintah dalam hal ini DEPDIKNAS secara berkala untuk di evaluasi dan diberi reward.

Itulah 4 point minimal yang saya kira urgent untuk dilakukan pemerintah dalam upaya mengakselerasi peningkatan mutu pendidikan Indonesia. Saya berharap dengan ditetapkannya anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN maka pemerintah dapat dengan leluasa membuat program-program yang bermutu dan ide-ide cemerlang yang dapat meningkatkan mutu pendidikan Indonesia ke depan.

Kita bangga akan prestasi siswa-siswa kita yang mampu membawa harum nama bangsa Indonesia di pentas olimpiade akademik, namun kita akan lebih bangga jika semua anak di bumi pertiwi dapat mengecap pendidikan yang memang telah dijanjikan bagi mereka. Mereka yang berprestasi hanyalah puncak dari gunung es yang telah mampu muncul di permukaan namun masih jauh lebih banyak lagi yang masih tenggelam di dasar lautan penderitaan.


Penulis

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home